Misteri Hilangnya Malaysia Airlines

Jakarta - Pesawat Boeing 777-200 dengan kode MH370 meninggalkan bandara internasional Sepang, di luar kota Kuala Lumpur, pada jam 12:41 malam, di hari Sabtu, 8 Maret 2014. Dalam pesawat ada 227 penumpang bertiket dan 12 awak pesawat. Lima di antara mereka balita. Di bangku penumpang ada pelukis dan kaligrafi ternama dan tenaga ahli perusahaan semikonduktor Amerika. 

Penumpang lebih dari 12 kewarganegaraan. Republik Rakyat Tiongkok, Indonesia, Amerika, Eropa, Malaysia, dan lainnya. Tercatat 154 penumpang berasal dari Tiongkok dan Taiwan dan 38 Malaysia. Ada tiga berkewarganegaraan Amerika. Ada lima penumpang batal berangkat. Koper dan bagasi mereka telah diturunkan sebelum pesawat tinggal landas. 

Pesawat akan menempuh 3.700 kilometer. Cuaca tenang dan cerah. Tidak ada tanda-tanda badai atau cuaca buruk. Jika tak ada aral melintang, pesawat akan tiba di Beijing pada Sabtu pagi, jam 6.30. 

Tetapi, pada jam 01.30 pagi, petugas pengatur lalu lintas udara di Subang kehilangan kontak saat pesawat pada ketinggian 35.000 kaki di atas samudra, sekitar Laut Cina Selatan dan Kepulauan Andaman. 

Apa yang sesungguhnya terjadi? Hingga kini masih misteri. Pilot tidak mengomunikasikan adanya tanda-tanda kesulitan dan situasi darurat pada petugas ATC di menara pengawas. 

Seorang perwira Tentera Diraja Malaysia mengatakan ada indikasi di radar bahwa pesawat seperti kembali memutar arah menuju Kuala Lumpur sebelum hilang. Tapi tak ada rekaman percakapan antara pilot dan petugas ATC tentang kehendak memutar arah tersebut.
Pesawat Canggih Pilot Andal, Tapi... 
Pesawat Boeing 777 dikenal sebagai pesawat paling modern, berteknologi fly by wire, dilengkapi dengan perangkat teknologi navigasi dan flight management system paling mutakhir. Catatan kecelakaan pesawat selama 18 tahun operasi boleh dikatakan tidak ada. 

Pada kecelakaan pesawat Asiana milik Korea Selatan di San Fransisco, Amerika Serikat, penyelidikan NTS memperlihatkan bahwa penyebabnya ketidaksenyawaan pilot pada perangkat otomatisasi di ruang kokpit, bukan pada sistem teknologi pesawat. Human error, bukan technology error. Bisa dibilang, Boeing 777 merupakan pesawat paling aman. 

Semua pakar keamanan dan keselamatan penerbangan terus memberikan komentar untuk membangun pelbagai teori yang bernas tentang sebab kecelakaan. Semua berbeda dalam membangun spekulasi tentang apa yang terjadi pada pesawat hilang itu. 

Semua terbentur pada sebuah fenomena dan pertanyaan menarik, yakni: bagaimana sebuah pesawat terbang Boeing 777 yang modern, canggih, dan selama 18 tahun lebih beroperasi di pelbagai maskapai penerbangan dunia tidak punya catatan kegagalan fungsi instrumen yang dapat menimbulkan kecelakaan fatal, dapat mengalami tragedi hilang? 

Begitu juga, Malaysia Airlines termasuk maskapai penerbangan dengan rekam jejak yang baik, selalu memenuhi semua persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan internasional?
Apalagi, pesawat nahas itu dipiloti Kapten Zaharie Ahmad Shah, pria Malaysia berusia 53 tahun yang memiliki 18.365 jam terbang dan bergabung dengan maskapai sejak 1981. Dia didampingi, Fariq Abdul Hamid, seorang Malaysia berusia 27 tahun. 

Koresponden penerbangan CNN, Richard Quest, pernah berada di kokpit untuk menyaksikan sang kopilot ini menerbangkan pesawat dari Hong Kong ke Kuala Lumpur. Pengalaman Itu sangat menarik, sehingga pemirsa dapat menonton cara Fariq Abdul Hamid membawa pesawat turun dengan lancar dan mendarat lembut di landas pacu. 

Quest ingat, pengalaman pendaratan 19 Februari lalu bersama Hamid itu. Kapten pesawat dan penerbang senior yang mendampinginya berkata: ''Handling qualities yang dimiliki Hamid persis seperti buku teks petunjuk, sangat sempurna." 

Hamid memiliki 2.763 jam terbang, bergabung dengan Malaysia Airlines pada 2007. Dia memiliki jam terbang dengan pesawat jet lain dan sedang menjalani transisi ke Boeing 777-200. Perlu diketahui, kopilot atau perwira pertama pesawat terbangdilatih dengan standar yang sama sebagaiseorang kapten.
Tragedi Air France dan Adam Air 
Malaysia Airlines menegaskan bahwa pesawat yang hilang pernah bertabrakan dengan pesawat lain di Bandara Shanghai pada 2012. Kecelakaan itu mengakibatkan ujung sayap pesawat rusak. Tapi sayap telah diperbaiki dan dinyatakan aman untuk terbang oleh Boeing. 

Karena itu, semua ahli terbentur pada fenomena hilangnya pesawat yang penuh misteri. Sebab cara lenyapnya pesawat, sangat tidak lazim. Menghilang dari radar tanpa panggilan darurat dari pilot, tanpa terdeteksi sinyal emergency locator transmiter. Sirna begitu saja. 

Tragedi yang sama dialami Air France, dengan Flight 447, berpenumpang 228, yang terbang dari Rio De Janeiro ke Paris. Pesawat Airbus A330, pesawat modern dan canggih, fly by wire saingan Boeing 777-200, tiba-tiba hilang dari pantauan menara pengawas pada Juni 2009. 

Reruntuhan pesawat ditemukan di kedalaman 4.000 meter di dasar laut Samudra Atlantik. Begitu juga pada 1 Januari 2007, pesawat Adam Air Indonesian menghilang dan ditemukan di kedalaman 2.000 meter di Laut Makassar. 

Pada kedua peristiwa itu pilot dan kopilot terganggu oleh kerusakan pada sistem navigasi dan kemudian kehilangan kendali. Pada pesawat Air France, penyebab utamanya adalah kerusakan pada pitot tube, tabung penjejak tekanan udara yang tersumbat bungkahan es. Sementara itu, pada Adam Air, gangguan navigasi terjadi akibat kerusakan inertial reference systems atau IRS. 

Dalam tragedi hilangnya pesawat Malaysia Airlines ini, kerja sama internasional dalam proses pencaharian sangat baik: 34 pesawat bersama 40 kapal dari 10 negara seperti Cina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam bekerja sama di bawah komando Pemerintah Malaysia. 

Semua pakar search and rescue bertitik tolak pada aturan ''Golden Rule 72 Hour''. Waktu emas 72 jam adalah batas ketahanan tubuh manusia mampu hidup dalam sebuah tragedi kecelakaan. Jika sebuah pesawat terbang jatuh di kedalaman laut , persoalan utama yang dihadapi adalah sukarnya menemukan lokasi tepat ia berada. Sebab arus laut dapat membawa pesawat berpindah ke tempat yang jauh dari lokasi awal jatuh. 


Dua Paspor Palsu 
Kini konsentrasi pihak berwenang telah dibelokkan oleh pertanyaan mengganggu tentang dua penumpang yang telah menggunakan paspor palsu. Dua penumpang yang terdaftar di manifes menggunakan paspor Italia dan Austria yang dilaporkan dicuri di Thailand. Satu hilang dicuri pada 2012 dan yang lainnya pada 2013. 

Menurut catatan pemesanan elektronik, seorang laki-laki membeli tiket one way pada hari Kamis dari agen perjalanan di sebuah pusat perbelanjaan daerah wisata pantai Pattaya Thailand. 

Tidak jelas bagaimana mereka melakukan perjalanan dari Thailand ke Malaysia dan kemudian naik pesawat MH370 pada hari Sabtu. Tapi mereka berdua dijadwalkan transit di Beijing dan melanjutkan perjalanan ke Amsterdam sebelum bepergian ke Frankfurt dan Kopenhagen. Sebagai penumpang transit, mereka tidak perlu mendapatkan visa Cina. 

Sekretaris Jenderal Interpol, Ronald K. Noble, mengatakan tidak ada pemeriksaan oleh pihak berwenang di Malaysia terhadap kedua paspor itu. Noble memperingatkan bahwa "hanya segelintir negara" yang rutin melakukan pemeriksaan. "Mengapa banyak negara harus menunggu tragedi untuk lakukan langkah-langkah keamanan lebih ketat di gerbang keberangkatan? Padahal data base tentang siapa yang mempunyai potensi telah diberikan Interpol,'' kata Noble. 

Steve Vickers, konsultasi keamanan di Hong Kong, mengatakan kehadiran dua wisatawan dengan paspor hasil curian dalam sebuah pesawat terbang merupakan hal langka dan patut dicurigai. ''Ini tidak bisa dianggap sepele,'' katanya. 

Namun Sekretaris Jenderal Interpol mengatakan terlalu dini untuk berspekulasi tentang hubungan paspor dicuri dan pesawat yang hilang. Meski Interpol sangat prihatin penumpang bisa naik penerbangan internasional dengan paspor curian. 

Untuk diketahui, dalam basis data Interpol tercatat 40 juta paspor yang hilang atau dicuri dari 167 negara. Noble menyayangkan mengapa Malaysia tidak cukup peduli untuk memeriksa daftar tersebut dalam layar komputer petugas imigrasinya. 

Vahid Motevalli, ahli penerbangan di Tennessee Technological University, Amerika Serikat, mengatakan bahwa sejak pemboman pesawat Pan Am 103 di Lockerbie, Skotlandia, pada 1993, proses verifikasi identitas penumpang telah menjadi suatu tata cara baku dan wajib. 

Belum ada tanda tanda jejak ke mana pesawat itu pergi. Jatuhkah? Di lautkah? Atau di daratan? Jika di darat pasti ada tanda bekas bekas kebakaran, atau asap atau juga sinyal emergency locator transmitter, peralatan pemancar sinyal darurat yang akan berbunyi dan mengeluarkan frekuensi jika pesawat terbentur benda keras.

Kini semua pihak menantikan kepastian apakah pesawat berkeping hancur dan semua penumpang gugur atau ada yang masih punya harapan hidup? Misteri ini hanya mungkin dijawab jika puing puing pesawat ditemukan. Karenanya sebaiknya kita menunggu. Tidak perlu banyak berspekulasi tentang penyebab kecelakaan. 

Sebab-sebab kecelakaan hanya mungkin diketahui jika kedua kotak hitam yang berisi data rekaman suara di ruang kemudi dan rekaman data informasi penerbangan (flight data recorder dan voice recorder) selesai dianalisis. Jika merujuk pada peristiwa Adam Air yang memerlukan waktu delapan bulan dan Air France satu tahun untuk menemukan black box tersebut. 
(Jusman Syafii Djamal, Mantan Menteri Perhubungan Republik Indonesia)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Response to "Misteri Hilangnya Malaysia Airlines"

  1. terimakasih infonya sangat membantu, dan jangan lupa kunjungi web kami http://bit.ly/2D2nTUD

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel